Senin, 09 Februari 2009

Menulis dengan Hati

Hi,

Malam ini, di Yogyakarta lagi. di Hotel yang sama, kamar yang berbeda. Kali ini tidak ada bulan, mungkin karena hujan.

Acara kali ini: Writing Workshop. Senang sekali akhirnya bisa terwujud. Tujuannya membekali teman-teman dari organisasi masyarakat yang bergerak di isyu HIV dan Drugs dengan keterampilan menulis. Menulis untuk berbagi pengalaman. Menulis untuk perubahan.

Kegiatan ini akan berlangsung selama 5 hari. Persiapannya seru. Mulai dari mengejar para narasumber dan fasilitator sampai urusan budget dan logistik. Mas Arswendo Atmowiloto berhalangan karena jadwal bentrok dengan kegiatan lain. Remy Sylado setuju membantu. Senang sekali. Danie Moenggoro dari Inspirit, Pak Irwanto dari Atmajaya dan Tim Diklat KOMPAS yang terdiri dari Mbak Agnes Aristiarini, Maria Hertiningsih, dan Irwan Julianto. Semuanya adalah orang-orang terbaik dibidangnya. Unbelievable, kita berhasil "menculik" mereka semua dari sejuta kesibukannya di Jakarta untuk bergabung bersama kami disini, di Yogyakarta.

Hari ini adalah hari pertama pelatihan, dan inilah ceritanya:

Sesi pertama adalah introduction. FHI menjelaskan tentang latar belakang dan tujuan diselenggarakannya kegiatan. Setelah itu perkenalan. Kita pakai metode menggambar. Peserta diminta untuk memperkenalkan dirinya sekaligus harapannya dalam pelatihan. Metode ini selalu berhasil membuat suasana jadi lebih cair dan hangat. Apalagi teman-teman menyelipkan unsur humor dalam gambar yang dibuat. Jadi sesi dimulai dengan banyak senyum. Terima kasih buat INSPIRIT yang telah memperkenalkan metode ini kepada kami :)

Sesi kedua: Mengapa Menulis. Disesi ini Remy Sylado menjelaskan tentang manusia sebagai mahluk yang berbudaya yang membedakan manusia dengan mahluk hidup lainnya. Selain sandang, pangan dan papan, manusia punya kebudayaan tulis baca. Kebudayaan tulis, sejarah dan ilmu pengetahuan. Sesuatu yang tidak dimiliki mahluk hidup lain. Oleh karenanya budaya baca dan tulis sangat penting. Karya tulis hendaknya harus dapat memperkaya nilai-nilai kemanusiaan, baik secara intelektual maupun spiritual. Oleh karena itu, yang diharapkan dari seorang penulis adalah keahliannya dalam memanfaatkan kata dan merangkainya menjadi kalimat. Remy menekankan pentingnya penguasaan kosa kata untuk dapat membuat tulisan menjadi hidup. Dan cara terbaik untuk menambah perbendaharaan kata selain dari mempelajari Tesaurus adalah dengan membaca karya orang lain. Karena dengan membaca karya orang lain kita menyerap keahliannya. Reading is learning. Begitu katanya. Hal lain yang disampaikan adalah bahwa setiap manusia itu unik. Berbeda satu dengan yang lain. Punya pengalaman dan sikap bathin yang berbeda. Remy menggunakan metode yang sangat sederhana dalam sesi ini. Beliau menuliskan makalah. Kemudian setiap peserta mendapat giliran untuk membaca setiap point yang dituliskan dalam makalah sehingga prosesnya menjadi full participatory. Mungkin karena itu juga, sisa waktu habis dengan antusiasme peserta untuk bertanya. Semua dapat giliran. Kelas jadi hidup. Waktu tidak terasa.

Pada sesi yang ketiga, metode yang digunakan masih sama. Belajar dengan membaca. Setelah itu diskusi. Dalam sesi ini, Remy memotivasi peserta untuk menulis. Menulis pengalaman langsung yang dimiliki. Bentuk tulisan yang disarankan adalah testimoni. Untuk penulisan ini yang dibutuhkan adalah kejujuran dan data yang akurat. Pengalaman akan jauh lebih baik jika dituliskan langsung oleh yang mengalami, dan bukan oleh orang lain.

Kekhawatiran tentang kalimat yang baik dan benar atau metode yang baku dijawab dengan sangat sederhana oleh Remy. Ia menjelaskan bahwa tidak ada bahasa yang baik dan benar. Yang adalah bahasa yang tertib, yang digunakan tepat pada konteksnya dan dipahami oleh yang membaca atau diajak bicara. Tidak perlu takut salah. Bahasa Indonesia sendiri lahir dari banyak kesalahan lafal bahasa asing (Arab, Belanda, dll). Tapi tetap penting bagi penulis untuk memperbanyak kosakata. Tentang metode, beliau menerangkan bahwa metode ada setelah ada pengalaman. Semua metode dalam ilmu humaniora sifatnya sementara. Jangan khawatir untuk berbuat salah. Apa yang salah sekarang bisa jadi benar suatu saat ini. Dalam sesi ini Remy juga menekankan pentingnya rasa dan imaginasi dalam menulis. Nonfiksi juga perlu imaginasi, agar tulisan menjadi hidup, agar cerita yang sederhana menjadi luar biasa, agar menarik untuk dibaca. Jadi bagaimana, ya sudah, mulai menulis saja.

Di sesi yang keempat, Remy menantang peserta untuk menggunakan naskah drama sebagai bentuk latihan menulis yang pertama. Menurutnya jenis tulisan ini adalah yang paling menantang peserta untuk menggunakan imajinasi dan menggali perbendaharaan kosakata. Selain itu, karya-karya tulis terbaik didunia ini sebagian besar adalah karya tulis dalam bentuk naskah drama. Shakespeare adalah salah satu diantaranya. Di Indonesia, karya sastra dalam bentuk naskah drama tidak sepopuler karya sastra lainnya. Namun dari sudut kebudayaan Indonesia, naskah drama menjadi acuan berubahnya orientasi budaya cangkem (mulut, bicara) menjadi budaya tulis baca. Nah, sesi esok hari, kita akan diminta untuk memerankan sebuah drama kemudian menuliskan detailnya kedalam sebuah naskah drama. Sepertinya menarik. Kita tunggu besok.

Pelajaran hari ini:

Berani jadi diri sendiri. Menulis dengan hati dan imajinasi. Kalau salah, ya manusiawi. Yang terpenting bisa jujur dan mau memperbaiki. Lantas bagaimana menulis, ya mulai saja. Sekarang, saat ini. Persoalan lainnya bisa dipelajari.

Selamat malam,

SayaRizky






Tidak ada komentar: